Konservasi Mangrove “Bangko Tapampang”

Kepulauan Tanakeke di Kabupaten Takalar merupakan salah satu lokasi di Sulawesi Selatan yang luasan hutan mangrovenya cukup besar untuk ukuran pulau. Hampir seluruh pulau Tanakeke dikelilingi oleh hutan mangrove yang lebat. Namun luasan mangrove di kawasan ini juga mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan dan penebangan.

Hasil penelitian dari Mangrove Action Project (MAP) Indonesia tahun 2010, menunjukkan bahwa luas hutan mangrove di kepulauan Tanakeke telah mengalami penurunan dari 1776 hektar sebelum tahun 80an dan tersisa 500 hektar saat ini.

Secara de facto, kepulauan yang didiami sekitar 7000 jiwa ini terdapat satu kawasan mangrove tak bertuan yang ditetapkan sebagai cadangan mangrove masyarakat setempat secara turun temurun. Kawasan tersebut dikenal dengan nama “Bangko Tapampang”, yaitu hutan mangrove seluas ± 50 ha yang masih terpelihara sampai sekarang dan tanpa pemilik.

Informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat bahwa selain lokasi ini, mangrove di Tanakeke telah diklaim dan dimiliki oleh orang per orang. Mangrove bagi masyarakat Tanakeke menjadi salah satu aset ekonomi keluarga bahkan menjadi “sunrang” atau mahar ketika ada sanak famili yang akan menikah.

Melalui Program Restoring Coastal Livelihood (RCL), terfasilitasi beberapa pertemuan antar lima desa di Kepulauan Tanakeke yang selanjutnya membentuk Forum Pemerintahan Desa Tanakeke. Agenda yang menguat adalah wacana tentang pembuatan konsensus atau kesepahaman bersama 5 desa di kepulauan Tanakeke untuk membuat sistem pengelolaan kawasan bangko tapampang sebagai kawasan konservasi mangrove pulau Tanakeke.

Dilihat dari sisi historis dan fungsinya, bangko tapampang diharapkan bisa diusulkan oleh Forum Desa ke pemerintah Kabupaten Takalar untuk diakui sebagai kawasan perlindungan pulau agar lebih terpelihara, terlegitimasi dan bisa dikembangkan.

Agenda pengelolaan kawasan Bangko Tapampang menjadi topik utama pertemuan Forum Desa ini. Kesepakatan terkait penetapan kawasan Bangko Tapampang menjadi kawasan perlindungan mangrove di Kepulauan Tanakeke oleh 5 desa yang ada di Kepulauan Tanakeke yang telah diinisiasi pada beberapa pertemuan sebelumnya semakin menguat.

Langkah awal yang dilakukan adalah memetakan kembali kawasan Bangko Tapampang oleh anggota forum yang dibantu oleh YKL Indonesia, sebelum disusun sistem pengelolaannya.

Hasil pemetaan menunjukkan bahwa hutan mangrove di dalam kawasan bangko tapampang seluas 51, 5 hektar namun tidak semua dalam kondisi baik.

Forum menyepakati membagi kawasan ini menjadi 3 (tiga) zona yaitu Zona inti yang hutan mangrovenya dalam kategori baik, Zona Penyangga untuk area hutan mangrove yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat, dan Zona Rehabilitasi untuk area mangrove yang mengalami kerusakan.

Seiring berkembangnya budidaya rumput laut dan meningkatnya aktifitas perikanan yang berdampak pada keberadaan bangko tapampang, Forum pemerintahan desa pesisir di kepulauan Tanakeke yang diwakili oleh 5 desa kemudian sepakat untuk menjadikan kawasan bangko tapampang sebagai kawasan perlindungan mangrove di kepulauan Tanakeke dengan menerapkan sistem atau aturan pengelolaan tentang bangko tapampang.

Selanjutnya kawasan tersebut sesuai dengan tujuan pengelolaannya dibagi menjadi 3 (tiga) zona sebagai berikut:

  • Zona Inti (seluas 40,57 hektar) adalah zona yang diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan mangrove dan dilarang melakukan aktivitas penebangan.
  • Zona Penyangga (seluas 5,90 hektar ) adalah zona yang diperuntukkan sebagai wilayah pemanfaatan secara terbatas sesuai kesepakatan tentang sistem pengelolaan kawasan Bangko Tapampang.
  • Zona Rehabilitasi (seluas 5,08 hektar) adalah zona yang diperuntukkan sebagai wilayah perbaikan mangrove karena mengalami kerusakan.

Adapun sistem pengelolaan yang berlaku dalam Kawasan Konservasi Mangrove Bangko Tapampang, kepulauan Tanakeke mengalami beberapa perubahan sebagai berikut:

  • Semua pihak dilarang menebang atau mengambil pohon bakau di Kawasan Zona Inti.
  • Warga desa yang tidak mempunyai lahan bakau dan tidak mampu membeli bakau diperbolehkan menebang atau mengambil pohon bakau hanya di Kawasan Zona Penyangga Bangko Tappampang, maksimal 10 batang per keluarga dalam kurun waktu 1 tahun.
  • Setelah melakukan penebangan, warga yang menebang mesti menanam 20 bibit di areal penebangan atau di areal rehabilitasi Bangko Tappampang.
  • Penanaman bakau minimal 1 kali dalam setahun secara bersama-sama dan atau bekerja sama dengan instansi terkait di Zona Rehabilitasi.
  • Warga yang ingin menebang pohon bakau di kawasan Bangko Tappampang wajib melapor kepada pemerintah desa setempat, dan setelah melakukan aktifitas penebangan mesti melapor kembali ke pemerintah desa setempat.
  • Perlunya sosialisasi sistem pengelolaan bakau di Kawasan Bangko Tappampang yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa dan CO setempat.
  • Perlunya membuat papan informasi dalam bentuk peta agar masyarakat tahu bentuk Kawasan Konservasi Bangko Tappampang.
  • Pengawasan terhadap pengelolaan mangrove di Kawasan Bangko Tapampang akan dilaksanakan oleh pemerintah desa setempat.
    Nota kesepahaman ini ditandatangani oleh 12 orang perwakilan dari Forum pemerintahan desa pesisir antara lain para kepala desa (5 orang), para ketua BPD 95 orang), 1 perwakilan dari tokoh masyarakat tanakeke dan 1 orang anggota jaringan perempuan.
  • Sosialisasi pembentukan kawasan Konservasi Mangrove Bangko Tappampang di tingkat desa dilakukan oleh Forum Desa Tanakeke dan Penggerak masyarakat pada bulan Juli 2014.

Forum Pemerintahan Desa bersama masyarakat saat ini sedang menyusun rencana program terkait pengembangan dan rehabilitasi Bangko Tapampang. Hasil diskusi dengan Forum Pemerintahan Desa Kepulauan Tanakeke, kawasan konservasi mangrove Bangko Tappampang diharapkan dapat menjadi kawasan wisata dan pendidikan.

Untuk mendukung hal ini, Forum pemdes berencana menyusun profil bangko tappampang terkait potensi yang terdapat didalamnya baik flora maupun faunanya serta mencari dukungan lewat program pemerintah kabupaten Takalar agar keinginan tersebut dapat tercapai.

Berita Terkait

Scroll to top